Juli Eko Sarwono, Guru Matematika Unik Dengan
Segudang Penghargaan
Raut ceria selalu tampak pada wajah Juli Eko Sarwono (49), guru
matematika SMP Negeri 19 Kabupaten Purworejo. Dengan sabar, ia berpindah dari
meja kelompok satu ke kelompok lainnya. Sembari melempar dadu terbuat dari
kertas, ia dengan sabar meminta muridnya melakukan uji statistik peluang
munculnya angka. Dimeja lain, ia meminta murid perempuannya mempresentasikan
rumus volume kerucut dengan caping kertas bekas sebagai modelnya.
Biasanya, pelajaran matematika merupakan momok bagi pelajar. Hingga sekarang, mungkin masih ada sebagian pelajar yang masih merasa dipusingkan dengan angka dan rumus. Bergelut dengan kalkulator hingga sempoa, serta menghitung berbagai fungsi dan persamaan.
Biasanya, pelajaran matematika merupakan momok bagi pelajar. Hingga sekarang, mungkin masih ada sebagian pelajar yang masih merasa dipusingkan dengan angka dan rumus. Bergelut dengan kalkulator hingga sempoa, serta menghitung berbagai fungsi dan persamaan.
Namun tidak bagi kelas yang
diampu Juli Eko Sarwono. Wajah riang, penuh semangat dan serasa tanpa beban
tampak pada raut murid-muridnya. “Saya mencoba membuat matematika menjadi
menyenangkan, jika murid sudah suka, transfer ilmu akan mudah,” ujarnya kepada
KRjogja.com, sekolahnya, Selasa (31/1).
Model yang digunakan
Juli sebenarnya sederhana. Ia mencoba merubah paradigma pelajaran matematika
yang tidak lepas dari angka dengan memasukkan alat peraga. “Saya menyebut cara
ini metode kontekstual, apa adanya,” paparnya. Lanjutnya, metode tersebut
terbilang jitu untuk diterapkan pada anak usia SMP. Lanjutnya, pelajar mampu
mengimajinasikan rumus-rumus yang ada dalam buku dengan menerapkan langsung
pada berbagai alat peraga.
Sebelum menerapkan
metode tersebut, ia mengaku otoriter dalam mengajar. Selain itu, semua harus
kaku diterapkan berdasarkan buku pelajaran yang digunakan. Namun, jelang
kenaikan kelas, murid mengecap Juli sebagai guru galak dan mereka merasa tidak
nyaman selama belajar. “Target nilai matematika terpenuhi, disisi lain,
murid menganggap saya galak, mereka jadi tidak nyaman. Itu yang membuat saya
berpikir untuk merubah cara mengajar siswa,” katanya.
Bahkan, guru yang
hanya lulusan Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) tahun 1986 itu
mengaku kerap memasukkan sepeda motornya ke dalam kelas sebagai media belajar
siswa. Sepeda motor itu, ia jadikan contoh ketika Juli mengajarkan tentang
lingkaran dan benda tabung. “Mereka praktik sendiri, mengukur sepeda motor
saya, dan akhirnya menerapkan rumus matematika untuk menghitung,” ucapnya.
Mengajar dengan cara
seperti Juli bukan tanpa tantangan. Saat mengawali metode itu beberapa tahun
silam, rekan sekerja melayangkan protes. Setiap kali usai mengajarkan
matematika, ia meminta murid menempelkan hasil perhitungan berbagai rumus di
tembok kelas. Selain itu, alat peraga juga dianggap bikin sumpek dan mengotori
ruang kelas. Ia juga pernah dianggap sebagai guru ‘edan’ lantaran cara mengajar
yang dinilai aneh.
Namun, setelah
metodenya berhasil mencetak nilai bagus dan kenyamanan dalam belajar, ia justru
didukung teman sekerjanya. Bahkan, sekolah meminjaminya satu kelas khusus untuk
laboratorium matematika. “Kelas ini khusus matematika, jadi seperti
laboratorium namun sederhana. Setiap pelajaran matematika untuk kelas sembilan,
diajarkan di kelas khusus ini,” paparnya.
Keberhasilan cara
mengajar Juli juga membuatnya menjadi pembicara pada sejumlah seminar nasional
bertema pendidikan di sejumlah tempat dan stasiun televisi. Ia tidak
mempersoalkan dirinya tidak pernah lulus sebagai sarjana. Ia juga mengaku tidak
masalah jika belum lolos uji sertifikasi. Juli merasa cukup dengan
penghasilannya sebagai guru dan berwiraswasta. Sepulang mengajar di SMP 19
Purworejo, ia berjualan bakso keliling di lingkungan rumahnya di Desa
Jogonegoro Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang. “Lumayan, dapat tambahan
penghasilan sedikitnya Rp 70 ribu setiap hari,” ujarnya.
Dicap ‘edan’
ternyata tidak membuat Juli Eko Sarwono minder. Justru hal itu makin terlecut
semangatnya untuk terus maju menjadi yang terbaik. Bahkan, karena kiprahnya,
Juli mendapat penghargaan sebagai ‘Good Practices’ di bidang pendidikan oleh
lembaga donatur asing Decentralized Basic Education 3 (DBE 3) – USAID.
Kepala SMPN 19
Purworejo Daryanto SPd menambahkan, sekolah mendukung metode pembelajaran yang
diterapkan Juli Eko Sarwono karena terbukti bisa mengangkat nilai siswa. Nilai
rata-rata sudah naik dari 5,4 menjadi lebih dari 7,5 untuk mata pelajaran
matematika. “Kami dukung penuh, selain kebijakan juga dengan membangun
laboratorium khusus matematika,” ungkapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar